TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA (THR)

Analisis tentang peraturan dan pelaksanaan THR di Indonesia Pengantar; Tulisan singkat ini disusun oleh departeman pendidikan dan propaganda...

Analisis tentang peraturan dan pelaksanaan THR di Indonesia
Pengantar;
Tulisan singkat ini disusun oleh departeman pendidikan dan propaganda dewan pimpinan pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (Dep. Diklat dan Propaganda DPP GSBI), diperuntukkan bagi seluruh pimpinan dan anggota GSBI serta buruh Indonesia pada umumnya. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang hak buruh atas THR dan bagaimana pelaksanaannya serta masalah-masalah yang mengemuka dan sering dihadapi oleh buruh Indonesia. Selain itu tulisan ini diharapkan dapat menjadi pijakan dan bahan acuan didalam mengkampanyekan dan memperjuangkan pelaksanaan THR terutama di tingkat pabrik/perusahaan.
Untuk mempermudah dalam memahami, tulisan ini akan di bagi dalam beberapa pokok bahasan, pokok bahasan pertama adalah pendasaran objektif yang memaparkan tentang kondisi objektif klas buruh dan rakyat Indonesia ditengah situasi krisis terutama saat datangnya bulan puasa dan lebaran, selain juga latar belakang dan pengertian dari Tunjangan Hari Raya (THR) serta arti pentingnya THR bagi buruh Indonesia untuk memenuhi kebutuhannya terutama dalam menghadapi datangnya bulan puasa dan lebaran.
Pokok bahasan Kedua adalah mengulas dasar hukum dan kebijakan pemerintah SBY yang mengatur tentang pelaksanaan THR di indonesia serta bagaimana pedoman pelaksanaan THR sesuai dengan UUK 13 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/Men/1994.
Pokok bahasan ketiga adalah tinjauan secara kritis pelaksanaan THR di Indonesia, dalam bab ini akan di fokuskan pada masalah-masalah pelaksanaan THR, terutama menysoroti beberapa prkatek pelanggaran yang dilakukan perusahaan agar terhindar dari kewajibannya untuk membayar THR bagi buruh, selain itu juga memberikan penilaian atas lemahnya peran dan fungsi pemerintah terutama DISNAKER dalam memberikan pengawasan dan sanksi bagi pengusaha-pengusaha yang melanggar ketentuan yang berlaku.
Pokok bahasan keempat adalah tentang perjuangan buruh menentang potongan pajak penghasilan (PPH pasal 21) atas THR, bab ini akan mengulas tentang beban potongan pajak yang sangat besar yang di bebankan kepada buruh di tengah situasi krisis dan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok rakyat terutama menjelang lebaran, potongan ini tentu saja sangat memberatkan buruh serta beberapa pengalaman perjuangan buruh menuntut pemberian THR 2010 dan perlawanan buruh menolak PPH 21 atas THR yang tidak sedikit berujung pada kekerasan.
Pokok bahasan kelima (terakhir) adalah kesimpulan dan arahan, di dalam bab ini kita akan memberikan kesimpulan atas berbagai macam permasalahan THR dan membarikan arahan kepada buruh Indonesia terutama anggota dan pimpinan GSBI di berbagai wilayah dan pabrik tentang bagaiman mengkampanyekan dan memperjuangkan pelaksanaan THR agar memastikan hak buruh yang wajib di berikan oleh pengusaha dapat di nikmati oleh semua buruh Indonesia.
Kami dari DPP GSBI terutama Dep Diklat dan Propaganda sangat mengharapkan saran, masukan, dan kritik dari semua pihak terutama soal data dan analisanya untuk memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini.
I.     Pendasaran Objektif
Setiap datangnya bulan puasa dan Lebaran kaum buruh dan rakyat Indonesia selalu dihadapkan dengan dua permasalahan utama, yaitu pertama meningkatnya kebutuhan hidup buruh yang harus mereka keluarkan terutama untuk memenuhi kebutuhan spirituilnya yaitu dalam rangka menjalankan ibadah puasa dan lebaran, permasalahan kedua adalah melambungnya harga-harga kebutuhan pokok yang sudah dapat di pastikan terjadi tiap tahun. Pada tahun ini bahkan kenaikan harga akan semakin meningkat akibat rencana pemerintah SBY yang akan menaikkan harga BBM pasca lebaran tahun ini.
Di awal bulan Juli 2011 pemerintah SBY telah mengumumkan bahwa dua sumber energi dengan konsumsi terbesar, yakni premium bersubsidi dan elpiji 12 kilogram, akan di naikkan harganya setelah Lebaran. Hal ini sangat bertentangan (kontradiktif) dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan semua menteri kabinet ekonomi yang berkali-kali menegaskan tidak ada kenaikan harga BBM, semua rakyat tahu bahwa kebijakan yang selalu disebut pembatasan BBM bersubsidi itu juga akan berdampak pada kenaikan harga BBM mekipun tertentu.
Sedangkan kenaikan harga pada elpiji 12 kilogram juga hampir bisa dipastikan. Setelah beberapa kali rencana tersebut di tunda, alasan pemerintah menaikkan harga elpiji adalah pemerintah merasa setelah Lebaran adalah waktu yang tepat untuk membantu Pertamina. SBY menyatakan bahwa BUMN migas yang ditugasi memproduksi elpiji tahun lalu merugi Rp 3,24 triliun gara-gara menjual elpiji nonsubsidi di bawah harga produksi. Jika tidak ada kenaikan harga, tahun ini kerugian itu diprediksi membengkak hingga Rp 4,7 triliun.
Mengapa kenaikan harga BBM dan GAS akan dilakukan setelah Lebaran? Seperti periode setahun setelah pemilu, Lebaran juga menjadi favorit untuk merilis kebijakan-kebijakan tidak populer dan anti rakayat. Seakan ada asumsi di benak rezim yang berkuasa hari ini bahwa rakyat akan lebih ”tahan” menerima kenyataan biaya hidup lebih tinggi setelah bersuka cita merayakan hari raya terbesar dengan pulang kampung untuk berkumpul bersama keluarga.
Permasalahan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok menjelang dan selama bulan puasa dan lebaran sudah menjadi tradisi dan sudah dapat dipastikan terjadi setiap tahun, akan tetapi selama SBY berkuasa sejak tahun 2004 sampai sekarang hampir tidak ada upaya serius dan signifikan yang dilakukan di dalam mengantisipasi dan menekan agar harga-harga tidak naik, bahkan sebaliknya, pemerintah menjelang bulan puasa tahun ini justru mengeluarkan kebijakan yang jusrtu memicu harga-harga kebutuhan pokok rakyat naik.
Rencana menaikkan harga premium dan elpiji setelah lebaran akan menjadi tempat para spekulan untuk menimbun stok barang, sehingga tidak heran kemudian barang-barang menjadi langka di pasaran kalaupun ada rakyat dipaksa harus membeli dengan harga yang tinggi. Artinya rakyat akan segera dapat merasakan kenaikan harga meskipun belum resmi ada kenaikan. Belum lagi di tambah dengan kebutuhan untuk biaya sekolah yang pada bulan juli-agustus ini merupakan tahun ajaran baru (masuk sekolah), tentu saja kondisi ini menambah beban derita dan kesengsaraan saja bagi buruh dan rakyat Indonesia.
Lantas bagaimana permasalahan THR tahun 2011 ini?, seperti yang selama ini kita ketahui dan rasakan bersama, bahwa hampir tiap tahun permasalahan THR bagi buruh selalu saja terjadi, tahun 2010 kemarin misalnya dari data yang kita kumpulkan dari beberapa media di ketahui sidikitnya terjadi 19 kali aksi demonstrasi yang melibatkan sekitar 121.114 buruh menuntut pembayaran THR, bahkan aksi damai yang dilakukan buruh PT Panarub Industry yang memproduksi sepatu merk ADIDAS menuntut pembayaran THR 2010 dan penghapusan PPH 21 harus berkahir dengan bentrokan karena dibubarkan paksa oleh pihak aparat kepolisian, sehingga puluhan buruh terluka dan harus di larikan ke Rumah Sakit.
Beberapa pertanyaan yang sering muncul di kalangan kaum buruh adalah:  tentang apa itu THR, berapa seharusnya jumlah THR yang berhak diterima oleh buruh dan bagaimana cara mendapatkannya dari majikan (pengusaha). Sangat ironis apabila sampai saat ini masih banyak kaum buruh di Indonesia yang belum memahami betul soal tersebut. Kenapa ada Tunjangan? Tunjangan dikenal karena upah rendah dan bersifat tidak tetap mengikuti sifat kerja, dan secara tendensius oleh pengusaha diilusikan sebagai insentif masa kerja. Tunjangan dibutuhkan buruh karena upah yang sangat rendah. Dipilih oleh pengusaha karena sifatnya yang temporal atau tidak tetap. Karenanya ini cara pengusaha menghindar dari biaya tetap atas buruh. Jadi tunjangan tidak dibutuhkan apabila upah cukup dan bersifat tetap. Karena itu tuntutan pokok tetap upah cukup dan bersifat tetap, sementara tunjangan apa pun jenisnya bersifat taktis saat ini mengingat upah yang jauh dari sekedar cukup.
Masalah THR sering kali muncul hampir tiap tahun menjelang hari raya Idul fitri dan menimbulkan berbagai macam persoalan khususnya dikalangan buruh karena memang masih banyak kaum buruh yang tidak mendapatkan THR, atau apabila mendapatkannya tidak sesuai dengan apa yang semestinya menjadi haknya, sehingga lagi-lagi pihak buruhlah yang menjadi korban dan yang selalu saja dirugikan, masalah-masalah yang terjadi adalah masih banyak buruh yang menerima tidak sesuai drngan aturan besaran THR yang diberikan oleh majikan (perusahaan), bahkan dengan berbagai macam alasan yang dikemukakan oleh pengusaha tidak sedikit kaum buruh yang sudah bekerja bertahun-tahun tetap saja tidak mendapatkan sama sekali hak atas THR. padahal THR merupakan salah satu hak dasar/normatif buruh yang wajib diberikan oleh pengusaha sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Hal ini bukan dikarenakan kaum buruh kurang memahami secara lebih terang dan lengkap tentang masalah-masalah hak dasar/normatif (THR) yang semestinya didapat oleh buruh akan tetapi disebabkan karena peran pemerintah dalam hal ini DISNAKERTRANS yang tidak menjalankan fungsinya dalam melakukan kontrol pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran pemberian THR terhadap buruhnya. sehingga suka tidak suka kaum buruh dipaksa untuk berjuang apabila menginginkan semua hak-haknya dapat terpenuhi dan diberikan oleh pengusaha.
Sampai saat ini pelaksanaan THR masih menggunakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/Men/1994. Menurut Peraturan Menteri (Permen) 04/1994, yang dimaksud THR adalah pendapatan buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain. Banyak orang salah mengartikan bahwa THR merupakan pendapatan tambahan, sehingga orang menyebutnya dengan istilah "gaji ke-13". Hak atas THR akibat dari rendahnya upah dan sifat kerja yang bersifat tidak tetap demikian juga dengan upah. Maka THR sebenarnya kedudukannya sama dengan insentif atas masa kerja atau waktu kerja. Hak ini kongkrit menjadi tuntutan kebutuhan hidup kaum buruh beserta keluarganya ditengah situasi ekonomi yang semakin terpuruk saat ini,  dimana harga-harga kebutuhan hidup yang semakin tinggi akibat adi peraturan pemerintah yang menaikkan harga BBM, sedangkan upah buruh yang sangat minim/rendah, lihat saja 46 item komponen dalam konsep penyusunan upah misalnya, selain hanya dihitung berdasarkan kebutuhan hidup minimum bagi buruh lajang juga tidak ada komponen kebutuhan hidup buruh untuk mendapatkan tunjangan/biaya dalam menjalankan ibadah dimana salah satunya adalah merayakan Hari Raya Keagamaan. Sehingga sudah semestinya kaum buruh mendapatkan hak atas Tunjangan Hari Raya (THR).
II.  Hak THR Bagi Buruh Indonesia
Dalam Permen 04/1994, dinyatakan bahwa setiap orang yang mempekerjakan orang lain disebut pengusaha dan wajib membayar THR. Peraturan perundang-undangan tidak mempersoalkan apakah seorang pengusaha itu perseorangan, memiliki perseroan terbatas, yayasan, atau perkumpulan. Pada intinya, setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR.
Di dalam Pasal 2 Permen 04/1994, pengusaha wajib membayar buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih. Peraturan ini tidak membedakan status buruh, apakah buruh tetap, buruh kontrak, ataupun buruh paruh waktu. Asal seorang buruh telah bekerja selama 3 bulan berturut-turut, maka ia berhak mendapatkan THR.
Besaran uang THR yang harus diterima seorang buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Permen 04/1994 dengan rumus sebagai berikut.
1.        Masa kerja 12 bulan atau lebih       : 1 x upah sebulan. (upah pokok + Tunjangan tetap)
2.        Masa kerja 3 - 12 bulan                :  Jumlah bulan masa kerja  x 1 bulan upah
12 bulan
3.      Buruh dengan sistem upah borongan, maka besaran THR dihitung berdasarkan rata-rata tiga upah+tunjangan terakhir yang dibawah pulang. Hitungan per bulan adalah rata-rata dibulatkan ke atas dari upah tiga bulan tersebut.
Yang harus dicatat, ketentuan THR menurut Permen 04/1994 adalah ketentuan jumlah minimum. Apabila perusahaan memiliki aturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama, atau kesepakatan kerja yang memuat ketentuan jumlah THR lebih dari ketentuan peraturan tersebut, maka jumlah yang lebih tinggi yang berlaku. Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur oleh peraturan tersebut, maka yang berlaku minimal adalah ketentuan Permen 04/1994.
Sebagai contoh: A telah bekerja sebagai Satpam di PT X dengan status kontrak, dia baru bekerja di perusahaan tersebut selama 6 bulan. Sebagai karyawan si A mendapat upah pokok Rp 2.000.000 ditambah tunjangan kesehatan Rp 200.000 dan tunjangan transportasi Rp 500.000. Maka A berhak mendapat THR sejumlah:
6 bulan
                   X (Rp  2.000.000 + Rp  500.000 + Rp 200.000) = Rp 1.1350.000,-
12 bulan
Menurut Permen 04/1994, THR harus dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamanaan si pekerja. Namun apabila ada kesepakatan antara pengusaha dan karyawan untuk menentukan hari lain pembayaran THR, hal itu dibolehkan. Untuk menghindari persoalan pemberian THR maka penting bagi kita untuk jauh-jauh hari minimal satu bulan sebelum waktu pelaksanaan THR sudah menyampaikan tuntutan tentang besaran THR yang harus diterima buruh dan memastikan waktu pelaksanaannya.
Menurut Pasal 5 Permen 04/1994, THR bisa diberikan dalam bentuk selain uang dengan syarat sebagai berikut:
1.      Harus ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha terlebih dahulu,
2.      Nilai yang diberikan dalam bentuk non-tunai maksimal 25% dari seluruh nilai THR yang berhak diterima karyawan, dan          
3.      Barang tersebut selain minuman keras, obat-obatan, dan bahan obat, serta
4.      Diberikan bersamaan pembayaran THR.
Banyak perusahaan yang memecat (PHK) karyawannya sebelum Hari Raya atau membuat kontrak yang berakhir sebelum Hari Raya untuk menghindari kewajiban membayar THR. Namun sebenarnya Permen 04/1994 sudah mengantisipasi melalui Pasal 6 yang mengatur bahwa pekerja yang dipecat (PHK) maksimum 30 hari sebelum Hari Raya si pekerja, ia tetap berhak atas THR.
Sedangkan untuk buruh kontrak yang kontraknya berakhir paling lama 30 hari sebelum Hari Raya si pekerja, ia tidak berhak atas THR.
Pasal 7 Permen 04/1994 menentukan, apabila pengusaha tidak mampu membayar THR boleh membayar THR lebih kecil dari ketentuan yang berlaku dengan syarat:
a.       Mengajukan permohonan penyimpangan jumlah pembayaran THR kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
b.      Pengajuan paling lambat 2 bulan sebelum Hari Raya karyawannya.
c.       Mengenai jumlah THR yang wajib dibayarkan ditentukan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Menurut Pasal 8 Permen 04/1994, pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR diancam dengan hukuman baik pidana kurungan maupun denda.
Namun kenyataannya meskipun ditemui pelanggaran mengenai pelaksanaan THR di banyak perusahaan sampai saat ini belum ada satupun perusahaan yang mendapatkan sanksi baik berupa pidana maupun denda dari pemerintah, karena memang tidak ada keseriusan sedikitpun dari pemerintah hari ini dalam menjalankan dan melaksanakan peraturan yang mereka buat sendiri. Sehingga semakin meneguhkan pandangan dan sikap kita kaum buruh siapa sebenarnya pemerintah hari ini, yang tak lain adalah para pengusaha komperador, tuan tanah dan kapitalis birokrat yang korup dan selalu saja membela dan melindungi para pengusaha meskipun sudah nyata terbukti melakukan pelanggraran.

III.             Tinjauan Kritis Atas Pelaksanaan THR di Indonesia
Meskipun peraturan mengenai THR sudah ada yaitu Peraturan Menteri (Permen) 04/1994, akan tetapi pada kenyataannya buruh tidak secara otomatis mendapatkan apa yang semestinya menjadi haknya, karena pada kenyataan banyak pengusaha yang tidak memberikan hak atas THR kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan. Banyak cara ditempuh oleh pihak pengusaha untuk mengindar dari kewajibannya untuk membayar THR, dan banyak cara dia melipat-gandakan kerja menjelang hari raya untuk menjaga stok barang. Termasuk membeli hari libur dan lembur dengan upah yang rendah. Beberapa praktek yang umum dilakukan oleh pengusaha yang  dapat kita simpulkan diantaranya adalah:
Pertama menggunakan alasan yang sangat lazim dan umum dilakukan oleh para pengusaha yaitu perusahaan tidak mampu memberikan THR sesuai ketentuan, sehingga dengan alasan tersebut pengusaha hanya memberikan THR atas dasar memampuan dan kemauan dari pengusaha  saja padahal semua majikan/pengusaha selama ini tidak pernah terbuka soal keadaan perusahaan yang sebenarnya dan berapa keuntungan perusahaan dari proses produksinya selama ini,  padahal apabila kita memeriksa yang sebenarnya pesanan atas barang secara umum meningkat selama menjelang lebaran. Termasuk untuk menjaga stok (langkah ini juga ditempuh untuk mengantisipasi kerugian bila pengusaha mendengar ada rencana aksi). Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi pengusaha tidak mampu membayar THR!.
Akibatnya adalah  banyak buruh yang tidak mendapatkan THR, kalaupun dapat juga banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Alasan tersebut sebenarnya adalah alasan yang tidak memiliki dasar sama sekali, karena memang sudah menjadi tabi’at dari semua pengusaha yang selalu mengatakan perusahaan rugi, dan tidak pernah menyampaikan kepada buruhnya apabila perusahaan mendapatkan untung besar. Watak ini sangat melekat pada diri pengusaha sejak jaman kelahirannya. Celakanya didalam peraturan menteri no 04 tahun 1994 juga membolehkan bagi pengusaha yang tidak mampu/keberatan atas pembayaran THR.
Kedua dengan cara menggunakan tenaga kerja buruh kontrak dan out sourcing sehingga dengan alasan status tersebut pengusaha tidak bersedia memberikan THR pada buruhnya meskipun sudah bekerja bertahun tahun bahkan puluhan tahun sekalipun, padahal Menurut Pasal 2 Permen 04/1994, pengusaha wajib membayar buruh yang sudah bekerja secara berturut-turut selama 3 bulan atau lebih. Peraturan ini tidak membedakan status buruh, apakah buruh tetap, buruh kontrak, ataupun buruh paruh waktu. Asal seorang buruh telah bekerja selama 3 bulan berturut-turut, maka ia berhak atas THR. Sekalipun sudah ada aturan namun pada kenyataannya mayoritas pengusaha tidak bersedia tunduk pada aturan tersebut sehingga aturan hanya sebatas aturan belaka. Dan apabila buruh mulai memahami haknya tersebut dan berusaha mendapatkan haknya maka pengusaha segera memutus sementara kontrak kerjanya sebelum masa pemberian THR dan segera membuat kontrak baru sesudah hari raya. Semua itu pada intinya adalah upaya dari para pengusaha agar terhindar dari kewajibannya membayar THR.
Ketiga cara yang paling keji dilakukan oleh para pengusaha agar terhindar dari kewajiban membayar THR adalah dengan memanfaatkan ketidak tahuan buruh tentang hak atas THR, yaitu menyebar kebohongan dengan mengelabuhi buruh berlagak layaknya orang yang baik hati dan dermawan dengan memberikan hadiah hari raya berupa pemberian bingkisan pakaian, makanan/buah-buahan dan sedikit uang, padahal apabila dihitung total peberian hadiah hari raya tersebut ternyata kurang bahkan jauh dari ketentuan yang seharusnya didapat oleh buruh. Pajak dengan natura atau barang memang dibenarkan max 25% dari THR. Akan tetapi mengingat harga barang yang beriubah-ubah dan berkecenderungan turun, maka secara prinsip buruh kehilangan THR 25% apabila dirupakan barang!!!. Dan masih banyak lagi cara-cara yang dilakukan pengusaha agar terhindar dari kewajibannya memberikan THR.

IV.              Pengalaman Perjuangan Buruh PT Panarub Industry Menuntut Pembayaran THR  2010 dan Menolak Potongan Pajak/PPH Pasal 21 Atas THR
Berbagai upaya perjuangan yang di lakukan kaum buruh  dalam  kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan terus di gelorakan. Sebagai mana yang di lakukan buruh-buruh  PT.Panarub Industry  dengan melakukan aksi  dilingkungan perusahaan, yang  berlangsung sejak tanggal 31 Agustus 2010 sampai dengan tasnggal 2 Agustus 2010, aksi ini memprotes kebijakan menejemen yang akan membagikan THR pada tanggal 9 September 2010, Libur lebaran yang hanya diberikan selama 5 (lima) hari serta mereka menolak THR di potong pajak (PPH 21) bahwa aksi ini adalah dilakukan untuk memprotes kebijakan menejemen yang merugikan buruh.
Aksi ini adalah dilakukan untuk memprotes kebijakan menejemen yang merugikan buruh. Aksi yang dilakukan oleh buruh PT panarub Industry adalah untuk menuntut kenaikan dan diberikannya THR secara penuh dan di bagikan sesuai Peraturan Menteri nomor 04/1994 sekurang-kurangnya yaitu H-7, karena sampai tanggal 31 Agustus ini buruh PT. Panarub Industry belum menerima pembagian THR; kedua menuntut agar pajak penghasilan (PPH21) THR ditanggung sepenuhnya oleh Pengusaha, dengan dasar bahwa THR yang sangat minim sehingga buruh keberatan kalau harus di potong pajak sebab jika di hitung tiap orang potongannya tidak kurang dari Rp. 40.000,- sampai dengan Rp. 150.000,-, maka jika dikalikan dengan 10.000 buruh sudah berapa yang didapat. Maka dengan dasar itu para buruh menuntut agar PPH21 di tanggung oleh pengusaha PT Panarub Industry yang di neilai memiliki kemampuan, perusahaan yang memproduksi sepatu Merek Adidas kwalitas internasional seharusnya mampu untuk menanggung pajak; ketiga para buruh menunut diberikannya waktu libur lebaran selama 6 hari karena perusahaan hanya memberikan kebijakan libur selama 5 hari, kalau 5 hari dan THR diberikan tanggal 9/9/2010 jelas kami tidak bisa pulang kampung untuk merayakan Lebaran; ke empat buruh juga menunut di naikkannya tunjangan uang makan dari Rp. 5.000,- perhari menjadi Rp. 12.000,-, selanjutnya menunut di berikannya kebebasan berserikat secara penuh bagi seluruh buruh dan aktivitas para pengurusnya dan yang terakhir adalah menunut di turunkan/diberhentikannya meneger produksi yaitu Ibu. Lika, yang suka berlaku semena-mena pada buruh.
Pada tanggal 31 Agustus 2010, aksi mogok kerja yang diikuti sekitar 8.000 buruh ini dilakukan mulai pukul 05.30 wib di depan pabrik dengan mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Aksi mogok kerja Ribuan buruh PT. Panarub Industry  ini adalah merupakan luapan kemarahan secara spontan buruh ketika mengetahui melalui Slip Gaji yang diterima bahwa pihak perusahaan telah melakukan pemotongan Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Pajak Penghasilan (PPh21) sementara uang THR nya sendiri belum diterima oleh buruh.
Setelah berorasi dan semakin banyak buruh yang terlibat aksi, pihak perusahaan menawarkan untuk berunding. Pihak buruhpun melalui serikat yang ada yaitu SBGTS-GSBI dan SPN menunjuk perwakilannya 5 (lima) orang dari masing-masing organisasi yang kesemuanya adalah para pimpinan serikat. Perundinganpun berlangsung, namun perundingan hanya tinggal perundingan yang tidak menghasilkan apa-apa. Karena pihak perusahaan menolak memenuhi tuntutan buruh, dan hanya menganjurkan buruh untuk masuk kerja, ya jelas saja kami dari SBGTS dan SPN menolak jawaban perusahaan tersebut, dan kami secara organisasi sepakat untuk terus melanjutkan aksi ini sampai semua tuntutan di penuhi.
Karena tidak ada hasil berunding dengan pihak perusahaan pada pukul 13.00 wib ribuan buruh longmach menuju kantor Walikota Tangerang untuk mengadukan nasibnya. Disinipun ribuan buruh  mengalami nasib sama yaitu tidak mendaptkan hasil. Buruh tidak bisa bertemu dengan Walikota tapi hanya di terima oleh kepala Dinas Tenagakerja, yang hanya menjanjikan bahwa besok akan datang ke pabrik dan menyelesaikan masalah ini.
Karena belum dipenuhi apa yang menjadi tuntutannya dan untuk menagih janji Kepala Dinas Tenaga Kerja kota Tangerang keesokan harinya (Rabu, 1 September 2010) ribuan buruh melakukan aksi kembali di depan pabrik, Meski ada sebagian buruh yang kembali bekerja karena diprovokasi oleh superviser dan kepala bagian masing-masing.
Kepala Dinas Tenaga kerja tidak  datang juga ke pabrik dan perusahaanpun tetap tidak menanggapi aksi buruh, karena merasa di bohongin oleh kepala Dinas, pagi itu juga ribuan buruh longmach menuju kantor Dirjen Pajak kota Tangerang dari situ dilanjutkan menggeruduk kantor Dinas Tenagakerja kota Tangerang, sebagian buruh lainnya tetap bertahan di depan pabrik.
Setelah kantor Dinas dikepung oleh ribuan buruh, akhirnya kepala Dinas Tenagakerja kota Tangerang mau menemui buruh dan terjadi perundingan. Dalam perundingan pertama pihak Dinas Tenaga kerja hanya bersedia mengeluarkan surat himbuan, dan hal ini di tolak oleh seluruh buruh, lalu pada perundingan kedua dengan tim perunding yang berbeda  serta atas desakan kuat kaum buruh ini pihak kepala Dinas Tenagakerja Kota Tangerang akhirnya mau dan bersedia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor. 560/4536-Disnaker/2010 yang menyatakan bahwa "AGAR PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 DITANGGUNG OLEH PENGUSAHA"
Pada hari Kamis, 2 September 2010 Berbekal surat keputusan kepala Dinas Tenagakerja kota Tangerang, ribuan buruh kembali melanjutkan aksinya di depan pabrik untuk meminta perusahaan segera melaksanakan surat keputusan serta memenuhi semua tuntan buruh.
Aksi ribuan buruh ini tetap tidak mendapat jawaban dari perusahaan, ribuan buruh di cuekin di depan pabrik dan pihak perusahaan bersi keras tidak mau memenuhi tuntutan buruh, bahkan menolak untuk melaksanakan SK Kepala Dinas Tenagakerja Kota Tangerang. Karena sampai sore hari tidak ada jawaban dari pihak perusahaan, ribuan buruh memutuskan untuk tetap bertahan dan akan membangun tenda-tenda di depan pabrik sampai tuntutan buruh di penuhi.
Sebelum ribuan buruh ini berhasil membangun tenda di depan pabrik, pada pukul 16.30 wib, ketika para buruh sedang berorasi dan berbaris di pintu gerbang utama pabrik, tiba-tiba polisi dari dalam pabrik membuka gerbang dan langsung menyerang buruh yang sedang aksi dengan gas airmata, tembakan peringatan, dipukul dan di injak-injak sehingga mengakibat suasana kacau dan buruh panik.
Akibat kejadian ini puluhan buruh Luka-luka dan di larikan ke klinik sebagian lainnya di evakuasi ketempat-tempat terdekat yang aman. Adapun buruh yang sudah teridentifikasi jadi korban tindak kekerasan dna brutal ini adalah, Turi Dahlia (perempuan) selaku pimpinan SBGTS, Ibu jari kakinya memar dan bengkak serta beberapa bagian tubuhnya memar-memar. Ruri Aprimayasari (perempuan) perutnya di injak-injak polisi dan pinggangnya di tendang-tendang  serta bibir bagian bawah sobek.
Dalam menghadapi aksi damai ini pihak pabrik selain menyiapkan ratusan polisi, juga didalam pabrik disiapkan juga mobil watter canon.
Pengalaman perjuangan buruh PT Panarub Industry menuntut THR, membuktikan kepada kita semua bahwa sebenarnya tidak ada jaminan hak buruh yang sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan dapat di terima dan dinikmati begitu saja oleh buruh, perusahaan dengan kategori cukup besar yang seharusnya mampu memberikan apa yang sudah seharusnya di terima buruh kenyataannya harus di perjuangkan terlebih dahulu, termasuk kewajiban dalam membayar pajak penghasilan yang menjadi beban bagi buruh akibat pemberian THR yang masih sangat minim pihak perusahaan tidak bersedia menanggungnya, padahal berdasarkan survai perusahaan sangat mampu menanggung PPH 21 yang di bebankan pada buruh. PT. Panarub Industry adalah perusahaan besar yang memproduksi sepatu Olah raga (sepatu Bola) ber Merk Adidas. Permasalahan THR yang terjadi di PT Panarub Industry adalah salah satu dari ribuan perusahaan yang juga mengalami masalah/persoalan yang sama.
V.  Kesimpulan dan Arahan
Perayaan idul Fitri/lebaran tahun ini  masih berada dalam keadaan situasi krisisi ekonomi dunia yang belum juga usai, malah justru semakin menghebat. Dampak krisis global masih dirasakan oleh kaum buruh dengan menghebatnya perampasan upah. Contoh kenaikan upah minimum 2011 hampir di semua daerah tidah sesuai/tidak mencapai KHL bila di hitung rata-rata kenaikan upah untuk 2011 hanya 90% saja. Kalau dilihat secara hakekatnya bahwasannya upah buruh di tahun 2011 ini tidak naik malah mengalami penurunan yang tajam. Di dalam situasi nilai upah yang semakin hari semakin merangkak turun, kini kaum buruh harus dihadapkan kepada hari raya Idul Fitri atau lebaran.
Meskipun THR sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri 04/MEN/1994, namun dengan adanya peraturan tersebut tidak serta merta mendorong semua pengusaha memberikan THR kepada seluruh buruh. Artinya walaupun sudah ada peraturannya ancaman atas tidak diberikannya THR sesuai dengan peraturan yang ada semakin tinggi dan adalah hal yang sangat mungkin terjadi, terlebih pengalaman-pengalaman pembayaran THR yang dilakukan di tahun-tahun sebelumnya pun banyak yang melanggar ketentuan yang ada.
Sudah berkali-kali terjadi pelanggaran pembayaran THR namun pihak pemerintah yang diwakili oleh Depnakertrans hingga jajaran terendahnya yakni sudinakertrans yang seharusnya mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan memberikan tindakan yang tegas akan tetapi hingga hari ini tidak menjalankan fungsi pengawasannya, sehingga pelanggaran-pelanggaran atas pembayaran THR ataupun pelanggaran normative yang dilakukan oleh pengusaha semakin merajelela dan lagi-lagi buruhlah yang menjadi korbannya.
Belajar dari pengalaman dan kegagalan perjuangan buruh dalam menuntut hak-haknya yang terus di rampas oleh pengusaha maupun pemerintah dan semakin banyaknya masalah-masalah buruh yang terjadi dewasa ini maka penting bagi buruh Indonesia untuk menyusun taktik dan strategi perjuangan yang mendasarkan pada kekuatan internal buruh, langkah-langkah strategis agar perjuangan buruh dapat di menangkan adalah sebagai berikut:
Pertama; Membangun Serikat buruh yang sejati, militan, demokratris dan patriotis
Agar buruh  dapat keluar dari persoalannya sehingga dapat melakukan perlawanan terhadap persoalan THR dan masalah-masalah lainnya dalam pabrik adalah pertama buruh harus  mengorganisasikan diirnya dalam wadah serikat-serikat buruh sejati, militan, demokratis dan patriotis.
Sejati mengandung pengertian bahwa serikat buruh harus senantiasa memperjuangkan kepentingan kaum buruh secara sungguh-sungguh, berpihak pada kaum buruh, dan melawan segala bentuk penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh kaum pemilik alat produksi dan pemerintah yang mengeluarkan kebijakan menindas buruh.
Militan artinya adalah serikat buruh harus menyandarkan diri pada kekuatan internal dan konsisten memperjuangkan kepentingan sosial-ekonomi dan politik kelas buruh dan menolak kompromi tak berprinsip.
Demokratis mengandung pengertian bahwa serikat buruh harus memiliki watak anti feodalisme dengan kata lain pimpinan maupun anggota Serikat Buruh mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam sebuah organisasi.
Serikat buruh juga harus memiliki karakter nasional, patriotis dan luas. Nasional artinya serikat buruh harus memiliki watak anti imperialisme dan anti kolonialisme serta berskala Nasional yang didirikan dibanyak kota, dan daerah-daerah. Patiotis memiliki pengertian Cinta terhadap tanah air. Membela tanah air dari penjajahan siapapun dan dalam bentuk apapun. Sedangkan luas mengandung pengertian bahwa serikat buruh harus mampu mengorganisasikan, sektor, jenis produksi dan jenis pekerjaan secara luas dan menyeluruh, dengan program perjuangan yang dapat diterima dan didukung oleh seluruh anggota dan semua buruh.
Kedua: Meningkatkan teori dan kesadaran
Buruh Indonesia harus terus belajar meningkatkan kesadaran dengan cara belajar dari pengalaman perjuangan baik yang dilakukannya sendiri maupun perjuangan kaum buruh di berbagai negara lain. Tujuannya adalah agar buruh dapat meningkatkan perjuangan setahap demi setahap agar lebih maju dan semakin hebat.
Agar dapat meningkatkan teori dan kesadaran maka pendidikan dan propaganda serikat harus dapat di selanggarakan secara sistematis dan terencana dengan baik, pendidikan dan propaganda serikat buruh harus di maknai sebagai usaha untuk membetulkan dan memurnikan Pikiran serta langkah awal untuk memberikan pedoman bagi anggota maupun kaum buruh pada umumnya agar dapat berjuang penuh semangat, militan (tabah) dan tidak mudah menyerah.
Pikiran yang tepat adalah modal utama bagi kaum buruh agar dapat membongkar dan memblejeti isi dan semua bentuk propaganda dan kampanye massa bohong yang telah dijalankan secara sistematik oleh rezim berkuasa dan golongan berkuasa di Indonesia sejak Orde Baru hingga saat ini. Hanya dengan merombak cara berpikir lama.
Untuk mendukung peningkatan kesadaran dan pemahaman, maka sangat penting menjalankan atau melakukan kerja penyelidikan/investigasi sosial, agar para aktivis/pimpinan serikat buruh memiliki pengetahuan yang komprehensif dan objektif atas situasi sehingga memiliki pendasararan yang kuat dan objektif didalam melancarkan perjuangan.
Ketiga: Melakukan kerja kampanye massa yang terencana dan terukur
Berdasarkan atas pengalaman perjuangan menuntuk THR yang kita lakukan dimana tidak sedikit menuai kegagalan dan kekalahan maka penting bagi kita merumuskan kerja kampanye massa yang terencana dan terukur, adapun beberapa langkah perjuangan massa yang dapat kita lakukan diantaranya adalah:
1.      Perjuangan THR di tingkatan perusahaan/pabrik;
Pertama; melalui organisasi mengajukan surat tuntutan pelaksanaan THR dan rincian jumlah THR yang harus di berikan oleh perusahaan kepada buruh.—besaran THR yang akan di perjuangkan tidak boleh lebih rendah dari peraturan yang berlaku dan harus lebih tinggi nominalnya, dasar ajuannya tentu saja harus berdasarkan atas kondisi perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk memberikan THR lebih tinggi dari peraturan pemerintah yang berlaku dan juga peningkatan atas pemberian THR tahun sebelumnya.
Kedua; jika perusahaan tidak menerima/memenuhi tuntutan maka segera di ajukan perundingan dan membahas masalah pelaksanaan THR dengan pihak perusahaan;
Ketiga; apabila perundingan gagal maka sgera melakukan konsolidasi ke seluruh anggota dengan melakukan kerja propaganda dan kampanye massa dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan masa luas, rapat akbar dll, yang intinya adalah mempersiapkan kekuatan massa untuk melakukan pemogokan, jika tidak sanggup mengorganisasikan pemogokan/kekuatan massa tidak memungkinkan untuk melakukan mogok kerja, maka masalah ini bisa di adukan ke pihak pengawasan DISNAKER agar di lakukan pemeriksaan dan menggalang dukungan ke serikat-serikat buruh lain dan berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah buruh.
2.      Perjuangan THR di Tingkat Kota/ kabupaten/Cabang/ Nasional;
Pertama: Segera menyusun plan/pedoman kerja kampanye massa yang akan di jalankan dan membentuk tim kampanye massa. Dan segera menyelenggarakan konsolidasi mempersiapkan segala kebutuhan untuk mendukung kerja-kerja kampanye massa, seperti bahan2/materi propaganda, brosure/selebaran, spanduk dll termasuk tenaga khusus
Kedua: Membangun posko pengaduan pelanggaran pembayaran THR yang tujuannya adalah sebagai sarana organisasi untuk mempersatukan perjuangan massa secara bersama-sama baik dengan cara hukum maupun tindakan aksi-aksi politik untuk memaksa  pihak pemerintah agar bersedia menjalankan fungsinya.
Keempat: Menggalang persatuan dalam bentuk aliansi dan front
Aliansi adalah kerjasama yang pada umumnya di bangun atas dasar kepentingan serta tuntutan atau isu dari satu sektor tertentu,  sedangkan front adalah kerjasama yang dibangun atas dasar kepentingan dan tuntutan atau isu dari lintas sektor.
Tujuan utama dari pekerjaan penggalangan aliansi dan front adalah untuk mendukung, memperluas dan memperhebat dari perjuangan THR. Pekerjaan ini tentu saja harus mendasarkan pada persoalan-persoalan kongkrit yang dialami oleh buruh dan rakyat indonesia seperti menuntut pembayaran THR lebih baik dan tepat waktu serta tuntutan-tuntutan kongkrit lainnya, karena hanya dengan cara bersatu dan berjuanglah kaum buruh dapat terbebas dari segala bentuk penindasan dan penghisapan yang dialaminya termasuk pelanggaran pembayaran THR yang banyak terjadi.
Wujud kongkrit dari persatuan ini adalah adanya suatu kerjasama yang terstruktur. Namun bukan berarti kerjasama yang dibangun melulu harus distrukturkan. Hal pokok dalam kerjasama yang terstruktur adalah adanya program bersama yang mengikat kesatuan dalam aksi.
Untuk kepentingan persatuan dalam perjuangan yang panjang, setiap elemen yang bekerjasama dalam bentuk aliansi ataupun front harus saling mendukung persatuan, saling memberi keuntungan, saling menghormati perbedaan, tidak melakukan konspirasi dengan sebagian atau suatu klik di dalam tubuh organisasi yang diajak berkawan dalam front, dan saling mengingatkan diri untuk tidak tergelincir pada tindakan-tindakan sepihak yang merugikan kepentingan persatuan.
Khusus menghadapi momentum pelaksanaan THR 2011 Dewan Pimpinan Pusat Gabungan serikat buruh Independen (DPP-GSBI) telah menyusun dan menerbitkan pedoman kerja kampanye massa THR 2011, dengan di terbitkannya pedoman tersebut di harapkan dapat menjadi panduan bagi seluruh anggota dan Pimpinan GSBI di masing masing wilayah dalam melancarkan perjuangan THR 2011.#Che’# 


Notes:
Propaganda ini diterbitkan oleh Tim Propaganda Kampanye Massa Perjuangan THR Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Independen (DPP GSBI) tahun 2011. "Galang Persatuan dan Perjuangan Klas Buruh Indonesia Melawan  Perampasan Upah dengan Tidak dibayarkannya Tunjangan Hari Raya Tepat Waktu dan Jumlahnya” Hentikan Perampasan Upah, Kerja dan Pemberangusan Serikat Buruh!!

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar dan jangan meninggalkan komentar spam.

emo-but-icon

Terbaru

Populer

Arsip Blog

item